SISTEM PERTANIAN TERPADU
“INTEGRASI
JAGUNG dan TERNAK SAPI POTONG”
PENDAHULUAN
Pertanian adalah kegiatan
pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan
bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan
pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami
orang sebagai budidaya tanaman atau
bercocok tanam.
Pertanian terpadu secara sederhana dapat
dimaknai sebagai pertanian yang menggabungkan berbagai subsektor (pertanian,
peternakan dan perikanan) dalam satu area dengan luasan tertentu sehingga lebih
efisien dan tidak menghasilkan limbah yang tidak dapat didaur ulang. Pertanian
terpadu menjadi efisien karena relatif tidak membuang limbah. Sebagai contoh:
Pertanian Terpadu di Lembah Hijau Sragen Jawa tengah. Jerami limbah dari
budidaya padi sawah, dimanfaatkan untuk silase sebagai pakan sapi perah.
Kotoran sapi perah dimanfaatkan sebagai pupuk organik, sedangkan limbah cair
dari kandang dialirkan ke kolam ikan patin. Dari proses yang sedang berjalan,
petani dapat memanen padi, susu dan ikan patin. Pupuk organik juga dapat
diaplikasikan untuk tanaman hias sehingga dapat juga berjualan tanaman hias dan
pupuk organik.
Pembangunan peternakan merupakan bagian
dari pembangunan pertanian dalam arti luas. Dengan adanya reorientasi kebijakan
pembangunan sebagaimana tertuang dalam program RPPK (Revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan) maka pembangunan pertanian perlu melakukan pendekatan
yang menyeluruh dan integrative dengan sub sektor yang lain dalam naungan
sektor pertanian. Hal ini semakin penting untuk dilakukan apabila dikaitkan
dengan program swasembada daging Suharyanto, (2006) untuk memenuhi kebutuhan
protein hewani manusia yang sampai saat ini belum mampu terpenuhi.
PEMBAHASAN
Penerapan sistem pertanian terpadu
integrasi ternak dan tanaman terbukti sangat efektif dan efisien dalam rangka
penyediaan pangan masyarakat. Siklus dan keseimbangan nutrisi serta energi akan
terbentuk dalam suatu ekosistem secara terpadu. Sehingga akan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi produksi yang berupa peningkatan hasil produksi dan
penurunan biaya produksi.
Kegiatan terpadu usaha peternakan dan
pertanian ini, sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang di lahan
pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena
limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan
ternak. Integrasi hewan ternak misalnya dan tanaman dimaksudkan untuk
memperoleh hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi
kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling
melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong
peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya.
Sistem tumpangsari tanaman dan ternak banyak juga dipraktekkan di daerah
perkebunan. Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen
utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen
kedua.
Praktek penerapan pola usaha tani
konservasi ini hendaknya dilakukan secara terpadu, seperti sistem multiple
croping (pertanaman ganda / tumpang sari), agroforestry, perternakan, dan
dipadukan dengan pembuatan teras. Misalnya dalam praktek PHBM, tanaman pangan
ditanam pada bidang teras meliputi kedelai, kacang tanah, jagung dan kacang
panjang yang di tanamn diantara tanaman tahunan (misal: jati, mauni atau pinus
sebagai tanaman pokok). Pada tepi teras ditanami dengan tanaman penguat teras
yang terdiri dari tanaman rumput, lamtoro dan dapat ditanami tanaman
hortikultura seperti srikaya ataupun nanas dan pisang. Tanaman rumput pada tepi
teras disamping berfungsi sebagai penguat teras juga sebagai sumber pakan
ternak (sapi atau kambing).
1.
Tinjauan
Umum Sapi potong
Ternak
sapi potong Indonesia memiliki arti yang sangat strategis, terutama dikaitkan
dengan fungsinya sebagai penghasil daging, tenaga kerja, penghasil pupuk
kandang, tabungan, atau sumber rekreasi. Arti yang lebih utamanya adalah
sebagai komoditas sumber pangan hewani yang bertujuan untuk mensejahterakan
manusia, memenuhi kebutuhan selera konsumen dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup, dan mencerdaskan masyarakat (Santosa & Yogaswara, 2006).
Sebelum
tahun 1980-an, usaha peternakan sapi potong di Indonesia dapat dikatakan
sebagai suatu usaha dengan pendekatan usaha tani dan bersifat tradisional.
Pemeliharaan sapi oleh para petani umumnya dalam jumlah yang relatif kecil dan
merupakan backyard farming. Ternak sapi di fungsikan sebagai tabungan. Di
beberapa daerah seperti di NTT dan NTB dimana terdapat padang rumput tingkat
pemilikan mungkin lebih besar, tetapi cara pengelolaan pun masih tradisional.
Program yang dikembangkan oleh instansi teknis umumnya terbatas dengan peningkatan
kualitas genetis melalui program IB atau penyebaran bibit sapi lokal ataupun
impor ke daerah transmigrasi. Kalau toh ada investasi dalam usaha sapi potong,
pada saat itu masih terbatas dalam Breeding dan dikelola oleh badan usaha milik
negara. Dengan perkataan lain, usaha peternakan masih terfokus di segmen hulu
dan masih dalam skala yang sangat kecil.
Pengembangan sapi
potong perlu mendapat perhatian serius mengingat permintaan daging belum dapat
dipenuhi dari produksi dalam negeri. Salah satu kendala dalam usaha ternak sapi
potong adalah produktivitas ternak rendah karena pakan yang diberikan
berkualitas rendah. Di sisi lain, potensi bahan baku pakan lokal seperti limbah
pertanian dan perkebunan belum dimanfaatkan secara optimal, dan sebagian besar
digunakan sebagai bahan bakar, pupuk organik atau bahan baku industri. Upaya
untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan sebagai pakan
ternak dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas nutrisinya melalui
fermentasi, suplementasi, dan pembuatan pakan lengkap. Diversifikasi
pemanfaatan produk samping atau limbah agroindustri serta limbah pertanian dan
perkebunan menjadi pakan telah mendorong berkembangnya agribisnis sapi potong
secara integratif dalam suatu sistem produksi yang terpadu dengan pola ulang
biomassa yang ramah lingkungan atau dikenal zero waste production system
(Wahyono dan Hardianto 2004).
2.
Tanaman Jagung (Zea Mays).
Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam
sistematika tumbuh-tumbuhan menurut Warisno (2007) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Family : Poaceae
Genus : Zea
Species : Zea
mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu
siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus
merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan
generatif. Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun,
bunga, dan buah (Wirawan dan Wahab, 2007).
Perakaran tanaman jagung terdiri dari 4 macam akar,
yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran
tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam mineral
yang terdapat dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak
diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang
dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m.
Pada tanaman yang cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang
bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana
sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gadum. Batang tanaman jagung
beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung
umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung umumnya berkisar antara 60-300
cm, tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung
lignin (Rukmana, 1997).
3.
Intergasi
sapi potong dengan tanaman jagung
Tanaman jagung adalah tanaman pangan yang mudah
tumbuh di tempat manapun meski lahanya kering, dan mampu berproduksi meskipun lahan
kurang subur, dalam pemupukan tanaman jagung, tanaman jagung rensponsif
terhadap segala jenis pupuk dan hasil limbah tanaman jagung dapat di manfaatkan
sebagai pakan hewan ternak khususnya sapi dan kambing, limbah yang di hasilkan
jagung dapat mudah di cerna oleh ternak.
Sapi potong merupakan hewan ternak yang menghasilkan
daging untuk di konsumsi sebagai makanan, dan juga limbahnya (kotoran sapi dan
urin) dapat di manfaatkan sebagai pupuk organic yang dapat mengsuburkan tanah
dan menambah vitamin bagi tanaman untuk tumbuh dan berproduksi.Sapi potong juga
mudah di ternakan di tempat manapun, sapi potong tidak sama dengan sapi pera
yang tempat pembudiayaanya harus di tempat yang bersih dan steril karena
sebagai penghasil susu yang harus di jaga keseterilanya agar dapat menghasilkan
susu yang berkualitas tinggi.
Pengembangan pola integrasi sapi dan padi di
Sulawesi Selatan sangat perlu untuk dilaksanakan karena daerah ini memiliki
luas persawahan 642.340 ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan,1999), dan populasi
sapi potong sebesar 783.659 ekor (Dinas Peternakan,1998). Kedua komoditi ini
sampai sekarang cenderung berdiri sendiri dan terpisah, sawah pada umumnya
ditanami jagung serta palawija sedangkan ternak dipelihara diluar areal
persawahan. Dengan adanya teknologi fermentasi limbah pertanian bermanfaat
untuk memperkaya nilai gizi dan daya cerna. Selain itu fermentasi kotoran
ternak akan diperoleh pupuk organik yang berkualitas. Dengan demikian pola
integrasi sapi dan jagung merupakan
sistem usaha tani yang efektif untuk peningkatan produksi tanaman pangan
khususnya pada lahan yang kering yanag hanya tumbuh rumput-rumputan dan tanaman
jagung(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2003).
Program
sistem integrasi tanaman- ternak merupakan salah satu alternatif yang potensial
dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia. Program ini bertujuan untuk
meningkatkan produktifitas dan produksi tanaman pangan (beras, jagung, sorgum
dan lain sebagainya) yang terintegrasi dengan usaha ternak sapi potong serta
dapat meningkatkan pendapatan petani (Priyanti, 2007)
Sistem integrasi ini merupakan penerapan usaha
terpadu melalui pendekatan low external input antara komoditas jagung dan sapi,
dimana limbah tanaman jagung digunakan sebagai pakan sapi, dan kotoran ternak
sebagai pakan utama pembuatan kompos dimanfaatkan untuk pupuk organik yang
dapat meningkatkan kesuburan lahan. Pendekatan low external input adalah suatu
cara dalam menerapkan konsep pertanian terpadu dengan mengupayakan penggunaan
input yang berasal dari sistem pertanian sendiri, dan sangat minimal penggunan
input produksi dari luar sstem pertanian tersebut (Suharto, 2000) dalam
Priyanti, (2007).
Limbah
pertanian tanaman jagung yang dihasilkan
dari suatu aktifitas belum mempunyai nilai ekonomis dan pemanfaatannya dibatasi
oleh waktu dan ruang sehingga limbah dapat dianggap sebagai sumber daya
tambahan yang dapat dioptimalkan. Pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak mampu
memberi nilai ekonomis melalui pengurangan biaya pakan dan membantu menekan
pencemaran lingkungan. Keuntungan dalam pemanfaatan limbah pertanian sebagai
pakan ternak antara lain (Anonim, 2011):
1. Memberi nilai tambah terhadap
limbah. Pemanfaatan limbah yag mungkin sebelumnya belum digunakan sebagai bahan
pakan dengan sendirinya akan memberikan nilai ekanomis terhadap limbah yang
ada.
2. Menciptakan lapangan kerja baru.
Kegiatan pengolahan limbah pertanian menjadikan pakan tentunya memerlukan
tenaga manusia yang juga berarti menciptakan lapangan kerja baru.
3. Sanitasi lingkungan. Upaya
pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak secara tidak langsung mampu
meningkatkan kebersihan dan menekan pencemaran akibat pembuagan limbah yag
tidak tepat
4. Menekan impor bahan pakan. Subtitusi
penggunaan bahan baku pemenuhan ketersediannya masih diimpor dengan limbah
dengan kandungan zat makanan yang setara merupakan alternative yang bijaksana.
Kompos
merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan, dan limbah
organik yang telah mengalami proses dekomposisi
atau fermentasi. Jenis tanaman yang sering digunakan
untuk kompos di antaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang,
gulma,
sayuran
yang busuk, sisa tanaman jagung,
dan sabut kelapa. Bahan dari ternak yang sering digunakan untuk kompos di
antaranya kotoran ternak, urine, pakan ternak
yang terbuang, dan cairan biogas..
Beberapa kegunaan kompos adalah:
1. Memperbaiki struktur tanah.
2. Memperkuat daya ikat agregat (zat
hara) tanah berpasir.
3. Meningkatkan daya tahan dan daya
serap air.
5. Menambah dan mengaktifkan unsur
hara. (Suriadikarta, Didi
Ardi, 2006)
Pola
integrasi sapi dan jagung di lahan yang kering mampu menghasilkan manfaat yang
sangat menguntungkan bagi keterpaduan system tersebut.
1. Menjaga Kelestarian Ekosistem Lahan
Jagung
2. Murah, Mudah Dan Ramah Lingkungan
3. Mengurangi Penggunaan
Konsentrat Berlebih
4. Mengurangi Penggunaan Pupuk Berlebih
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim 2011. Klasifikasi Limbah Untuk Bahan
Pakan http://www.linkpdf.com/ebookviewer.php?url=http://jajo66.files.wordpress.com/2008/11/01klasifikasi.pdf
[2011.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2003.
Sistem Integrasi Padi-Ternak Departemen Peranian Sulawesi Selatan.
Priyanti. 2007. Dampak Program Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak Terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatan dan
pengeluaran Rumah Tangga Petani. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Santosa dan Yogaswara. 2006. Manajemen Usaha
Ternak Potong. Niaga Swadaya. Jakarta.